"Galura SMAVET 2006"

"motto hidup seorang asep sutarya"

"Tiada Hari Tanpa Ibadah"
"Manfaatkanlah Hidupmu Untuk Kebaikan Karena Hidup Hanya 3 Hari, (Kemarin, Hari ini, Esok)
"Hidupku Untuk Allah, Hidup Mulia Atau Mati Syahid"
"Ikutilah Jejak Rosulallah Sebagai Pedoman Langkah Hidup Kita"

"Usaha Tanpa Do'a Bagai Berjalan Tanpa Kaki"
"Sahabatku Semangatku"




Halaman

jika ada hal perlu di pertanyakan silahkan kirim persan ke asepsutarya@gmail.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Pemilik

Sabtu, 23 Oktober 2010

naskah drama pada suatu hari


Pada Suatu Hari

karya : arifin c. noor
ijin penyiaran dan pementasan pada teater kecil jakarta
para tokoh:nenek,kakek,pesuruh,janda (nyonya wenas),arba( sopir),novia,nita,meli,feri,

sandiwara ini dimulai dengan meng-expose lebih dulu:
1. potret kakek  dan nenek ketika pacaran
2. potret kakek  dan nenek ketika kawin
3. potret kakek  dan nenek dengan anak-anak
4. potret keluarga besar
5. potret kakek  tua
6. potret nenek tua
7. main title etc-etc

Kakek  dan Nenek duduk berhadapan.
Beberapa saat mereka saling memandang, Beberapa saat mereka saling tersenyum. Suatu saat mereka sama-sama menuju ke sofa, duduk berdampingan, seperti sepasang pemuda dan pemudi. Setelah mereka ketawa kembali mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat saling memandang, tersenyum, lalu ke sofa lagi duduk berdampingan, seperti pepasang pengantin, malu-malu dan sebagainya, demikian seterusnya..


TIGA

Kakek             Sekarang kau nyanyi.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek             Seperti dulu.
Nenek              (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek             Nyanyi seperti dulu.
Nenek (Malu)
Kakek             Sejak dulu kau selalu begitu.
Nenek             Habis kaupun selalu mengejek setiap kali saya menyanyi.
Kakek                         Sekarang tidak, sejak sekarang saya tidak akan pernah mengejek kau lagi.
Nenek             Saya tidak mau menyanyi.
Kakek             Kapanpun?
Nenek             Kapanpun.
Kakek             Juga untuk saya.
Nenek             uga untuk kau.
Kakek             Sama sekali?
Nenek              Sama sekali.
Kakek             Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau menyanyi.
Nenek             Sayang, kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.
Sayang , berhenti kau berfikir tentang hal itu.
Kakek             Mati saya tidak bahagia karena kau tidak maumenyanyi. Ini memang salah saya.
Tetapi kalau sejak dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat memainkan kau, tentu kau bisa memaafkan segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan, saya kira saya akan menghembuskan nafas saya yang terakhir tatkala kau sedang menyanyikan sebuah lagu ditelinga saya.
Nenek              Sayang saya mohon berhentilah kau berfikir mengenai hal itu. Demi segala-galanya berhentilah. Tersenyumlah lagi seperti biasanya.
Kakek             Saya akan tersenyum kalau kau mau mengucapkan janji.
Nenek             Tentu, tentu.
Kakek             Kau mau menyanyi.
Nenek             Tentu, sayang, tentu.
Kakek             Kapan?
Nenek             Suatu ketika.
Kakek             Sebelum saya mati?
Nenek             Ya, sayang, ya, sayang.
Kakek             Sekarang.
Nenek             Tidak mungkin, sayang, kau tahu saya sedikit flu karena pesta beberapa hari yang lalu?
Kakek             (Tertawa) U, saya baru ingat sekarang.
Nenek             Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.
Kakek             Kau melebih-lebihkan.
Nenek             Tapi acap kali kau begitu. Kalau saya batuk baru setelah satu minggu kau tahu.
Kakek             Ya, saya akui saya acap kali terlalu asyik dengan diri sendiri. Saya akui. Saya minta dimaafkan supaya sorga saya tidak tertutup, supaya kubur saya…….
Nenek              Sayang, saya tidak mau memberi maaf kalau kau tidak mau juga berhenti menyebut-nyebut soal kematian.
Kakek             Maaf, tidak lagi.
Nenek             Sekarang saya akan memaafkan kau dengan satu syarat.
Kakek             Apa?
Nenek             Kau harus menyanyi.
Kakek             (menggelengkan kepalanya)
Nenek             Kalu begitu, kau tak saya maafkan.
Kakek             Dan sorga saya…?
Nenek             Mungkin, tertutup.
Kakek             Baik, saya akan menyanyi. Tapi separo. Kalau terlalu lama nanti saya batuk.
Nenek             Tidak. Satu lagu.
Kakek             Nanti batuk.
Nenek              Setiap kali kau bilang begitu, padahal kau memang pintar menyanyi. Dan kau selalu menghabiskan sebuah lagu dengan sempurna tanpa batuk.
Kakek             Satu lagu?
Nenek              Ayolah, sayang. Penonton sudah tidak sabar lagi menunggu sang penyanyi.
(Kemudian Kakek  menyanyi du tiga baris dari no other love stand – chen Schubert atau lainnya dan selebihnya play back. Begitu lagu berakhir Nenek bertepuk tangan dengan semangat.)
Nenek             Suara kau tidak pernah berubah.
Kakek             Mana album kesatu? Saya ingin melihat gambar saya ketika saya menyanyi di depan umum dimana kau juga ikut mendengarkan. Kau ingat kapan itu.
Nenek             Ketika itu kau baru saja lulus propaedus. Kau sombong betul ketika itu.
Kakek             Kau juga. Sepicingpun kau tak pernah membalas pandang saya.
Nenek             Habis pandangan kau nakal.
Kakek                         Habis kau juga suka mencuri pandang.
Nenek             Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.
Kakek             Saya memang pintar berkhayal. Setiap kali saya menonton saya selalu mengkhayalkan adegan ciuman secara amat terperinci.

EMPAT

Pesuruh           Ada tamu, nyonya besar.
Nenek             Siapa?
Pesuruh           Nyonya Wenas, nyonya.
Nenek             (Melirik pada Kakek ) Nyonya janda itu (kepada pesuruh) Sebentar saya ke depan. Pesuruh exit.
Nenek             Kau surati dia?
Kakek             Tidak.
Nenek             Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek             Saya tidak tahu.
Nenek             Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.

LIMA

Kakek             Seharusnya dia tidak perlu datang kemari.
\           Kemudian Kakek  mondar-mandir sambil bersungut-sungut.
Kakek             Saya takut dia betul-betul demam karena kedatangan janda itu. Ah. Lebih baik saya menyingkir ke ruang baca. (Exit)

ENAM

Nenek              Kami sangat berharap sekali nyonya hadir kemarin. Suami saya juga heran kenapa nyonya tidak datang kemudian.
Janda             Kami sakit.
Nenek             Kami? Maksud nyonya….
Janda              Ya, saya dan anjing saya sakit. Setiap kali saya sakit anjing saya juga ikut sakit. Saya agak senang karena sekarang saya agak sembuh, tetapi Bison agak parah sakitnya.
Nenek              Kasihan. Sayang. (Heran suaminya tidak ada). Dimana kau? Dia tadi disini. Sebentar, nyonya (beseru) Onda, dimana kau? (Exit)

TUJUH
Sambil mengamati ruangan tengah itu nyonya Wenas membenahi dirinya.
Janda             Terlaknat saya, kenapa saya jadi gemetar?

DELAPAN

Pesuruh muncul membawa minuman, ketika pesuruh itu akan pergi,
Janda             Nanti dulu.
Pesuruh           Ya, nyonya.
Janda             Siapa yang memilih minuman ini?
Pesuruh           Saya sendiri, nyonya, kenapa?
Janda             Ini memang kesukaan saya.
Pesuruh           Menyenangkan sekali. silahkan minum, nyonya.
Janda             (Minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?
Pesuruh           Tuan besar sering menceritakan perihal nyonya kepada saya. Dan ketika saya tahu nyonya datang, segera saya buatkan  minuman itu. Selamat minum nyonya.
Janda             Nanti dulu.
Pesuruh           Ya, nyonya?
Janda             Tuan besar masih suka…
Pesuruh           Menyirami kaktus?
Janda              Ya?
Pesuruh           Tidak, nonya, tapi tuan besar menyirami seluruh bunga sekarang, setiap pagi dan sore. Memang tengah malam seringkali diam-diam ia menyirami kaktus yang ditaruh di dalam kakus. Maaf nyonya, saya harus ke dalam.

SEMBILAN

Nenek             Selamat datan, nyonya.
Janda             Selamat atas….
Kakek             Terima kasih. Maaf , nyonya Tampubolon?
Nenek             Kau pelupa benar.
Kakek             Siapa bilang, Nyonya pasti nyonya Mangandaralam.
Nenek             Sayang, ini nyonya Wenas.
Kakek             Ya, saya maksud nyonya Wnas. Apa kabar suami nyonya?
Nenek             Maaf, Nyonya. Sayang, tuan Wenas telah meninggal sebelas tahun yang lalu.
Kakek             Maafkan kau benar sayang. Daya ingat saya jelek sekali. maafkan nyonya.
Janda             Tidak apa.
Nenek             (Berseru) Joni.!
Pesuruh           Ya, nyonya.
Nenek             Bawa minuman ini ke dalam.
Pesuruh membawa minuman tadi ke dalam.
Kakek             Baik-baik nyonya?
Janda             Berkat doa tuan dan nyonya. Tuan sendiri?
Kakek             Berkat doa nyonya.
Nenek             Nyonya suka minum jeruk?
Janda             Minuman apa saja saya suka. Tapi es susu saya paling uka.
Kakek             Saya sendiritidak begitu, tapi……..
Nenek              Kita berdua minum jeruk saja. Kita flue (Berseru) Joni!
Pesuruh           Ya, nyonya.
Nenek              Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
Pesuruh           Dua es susu dan satu gelas jeruk panas, maksud nyonya?
Nenek             Dua es jeruk satu susu panas.
Kakek             Bagaimana anak-anak nyonya?
Nenek              Sayang, Nyonya dan tuan Wenas tidak diberkahi putera. Kenapa kau bertanya begitu?
Kakek             Maaf, saya lupa. Maksud saya apa tujuan nyonya datang kemari?
Nenek              Maafkan suami saya, Nyonya. Kadangkala dia amat kaar, tapi sebenarnya dia lelaki yang amat lembut.
Janda              Betul, nyonya. Onda adalah lelaki yang amat lembut, malah sangat amat lembut. Onda selalu cermat dalam memilih kata-kata dan juga saya kira ia tidak pernah memakai tanda seru selama hidupnya.

Kakek             Kita minum  apa? Nyonya suka….
Nenek              Onda, kita baru saja memesan minuman (menyeret) Tingkahmu berlebihan sehingga memuakkan.
Kakek                         Kausendiri yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura tidak kenal kepada nyonya itu.
Nenek             Ya, tapi kau berlebihan. Kau kurang wajar.
Kakek             Susah. Kalau saya wajar kau marah. Kalau saya berlebihan kau juga marah. Kalau saya jumput di perpustakaan kau juga marah. Saya tidak tahu bagaimana supaya kau tidak marah dan saya tidak mau marah agar kau tidak marah.
Nenek             Pendeknya berlakulah sedikit agak sopan.
Kakek             Saya coba.
Nenek             Kendorkan urat wajahmu.
Sementara itu pesuruh telah menyajikan minuman di atas meja dan baru saja akan melangkah pergi.
Kakek                         Udara sangat baik akhir-akhir ini, di rumah nyonya sering turun hujan?
Janda              Ya, terutama belakangan ini.
Nenek             Memang musim hujan.
JAnda              Dan terutama kalau sore.
Kakek             Seperti di rumah kita, tidak begitu, sayang?
Nenek              Tentu saja. Kalau di rumah nyonya Wenas jatuh hujan di rumah kitapun turun hujan, sebab nyonya dan kita satu kota, bahkan satu wilayah kecamatan.
Kakek             memang satu kota, satu kecamatan. Tidak begitu nyonya eh, siapa? O ya nyonya Wenas? Tidak begitu?
Janda              Ya, kita satu kota.
Kakek             Mari kita minum, satu kota mari.
Nenek              Silahkan, nyonya.
Kakek             (Setelah minum) Alangkah hangat es jeruk ini.
Nenek              Ya, silahkan, nyonya. Nyonya tidak suka?
Janda              (Menjerit) Alangkah sejuknya. Terima kasih.
Kakek             Sejak kapan nyonya suka es susu yang panas?
Janda              Sejak, sejak kemarin. Ya, kemarin.
Kakek                         Kami sendiri menyukai wedang jeruk yang sejuk baru saja. Tidak begitu sayang?
Nenek              Ya.
Janda              Terus terang saya sangat kagum pada nyonya. Saya tidak pernah melihat nyonya bertambah tua.
Nenek              Nyonya berlebihan.
Janda             Saya sungguh-sungguh, nyonya.
Nenek             Kalau begitu saypun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Kakek             Memang (Nenek melotot). Maksud saya, maksud saya ketuaan itu hanya timbul apabila kita merasa tua. Adapun tua itu sendiri hanya hasil dari suatu penjabaran, hanya sayangnya penjabaran tersebut dilakukan oleh waktu, sehingga menyebabkan kurang enak kita terima konsekwensinya.
Nenek              Saya kira tidak begitu. Tua adalah konsekwensi dari kesadaran kita.
Kakek             Ya, kalau saja kita punya matematika, kita tidak akan pernah tua. Juga kalau saja kita tidak punya jam kita tidak akan pernah tua.
Janda              Tapi kita punya matahari.
Nenek              Itu susahnya.
Kakek                         Takdir. Sekarang mari kita minum seakan kita tidak punya matahari.
Janda             Alangkah sejuknyausu pana ini.
Kakek                         Alangkah panasnya es jeruk ini. Tidak begitu, sayang?
Nenek              Ya.
Janda             Tapi kalau kita tidak punya matahari kitapun tak akan pernah punya bulan.
Nenek             Juga kita tidak akan punya iang hari dan rematik kau akan lebih parah lagi.
Janda             Kita tidak akan punya siang dan punya malam.
Kakek             Kalau begitu?
Nenek             Lebih baik punya matahari daripada sama sekali tak punya apa-apa.
Kakek             Ya, dan itu berarti tuapun merupakan rahmat.
Janda              Tidak, bukan rahmat tapi “apa boleh buat”
Kakek             Apa boleh buat mari kita minum lagi.
Mereka minum dan omong seperti tadi.
Janda             Tua dan tidak tua tetap saja ama, kaktus, misalnya.
Nenek             Ya, kaktus memang tetap kaktus kaku dan berduri kapanpun.
Kakek             Saya jadi ingat Old Shatterhand dengan Winnetou, bagaimana keduanya merangkak di atas padang rumput sambil membaui udara yang mengantarkan bau musuh, atau bagaimana mereka mendengarkan bentak-bentakan kaki kuda musuh dari jarak ber-mil-mil. Kaktus-kaktus liar banyak bertumbuhan di Amerika.
Janda             Indahnya.
Nenek              Apa tidak indah kemeriahan flamboyant, yang mampu menciptakan jalan selalu diliputi senja?
Kakek             Saya kira lebih indah, juga lebih bermanfaat. Kita bahkan bisa berteduh di bawah cahaya kuning merahnya.
Janda             Tapi flamboyant saya kira terlalu mewah dan kurang sederhana.
Nenek             Kaktus memang selalu kesepian.
Janda              Memang ia kurang dihiraukan orang.
Nenek             Lantaran berbahaya.
Kakek             Bagaimana kalau kita beralih kepada bunga bank saja. Ini lebih langsung menyangkut kepentingan ekonomi kita.
Janda              Sayang sekali kita telah sepakat menerima kehadiran matahari, sehingga saya kini telah ditegurnya. Sudah cukup lama.

Janda              Saya di jamu di sini. Saya minta diri sekali lagi saya mengucapkan selamat ata perkawinan emas tuan dan nyonya.
Sayang sekali dia sedang sakit: saya harus segera pulang.
Nenek             Terima kasih banyak ata kunjungan nyonya.
Kakek             Terima kasih banyak. Salam pada suami nyonya.
Janda             Terima kasih (Sambil pergi) Bisonku.

SEPULUH

Perang bisu meletus antara Kakek  dan Nenek.

SEBELAS

Kakek             Kenapa kau diam begitu?
Nenek             diam saja.
Kakek             Kenapa kau begitu diam?
Nenek             Kau juga begitu.
Kakek             Kenapa?
Nenek             Kau juga kenapa?
Kakek             Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru.
Nenek              Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta kita dengan kaktus-kaktu pacar kau.
Kakek             Sejak muda kau begitu yakin seakan saya pernah punya hubungan percintaan dengan perempuan tadi. Saya heran kenapa kau begitu berhasil menciptakan tokoh yang fantatis itu menjadi tokoh yang seolah nyata dalam diri kau sehingga tokoh itu mampu mempermainkan kau sendiri selama hidup kau.
Nenek              Bukan fantastis. Tapi memang dia tokoh fantasi kau bahkan sampai saat kau tua (Menangis) Sengaja kau suruh Joni menyiapkan segera minuman kesukaannya begitu dia datang.
Kakek             Siapa? Saya? Menyuruh Joni? Minuman apa?
Nenek             Kau menyuruh Joni membuat es susu begitu nyonya janda itu datang.
Kakek             Tidak. Saya tidak menyuruh Joni.
Nenek              Kau lakukan itu ketika saya sedang menemui dia tadi ketika kau menyingkir dari dari sini adi dan kemudian kau sembunyi ke kamar baca.
Kakek             Tidak, sayang, dari sini tadi saya langsung ke kamar baca dan kemudian saya asyik membaca mengenai para psikologi. Ketika kau datang tepat saya sampai pada baris-baris mengenai telepati. Saya ingat betul.
Nenek             Kau bohong.
Kakek                         Kalau tidak percaya kau boleh memanggil Joni (Berseru) J o n i !

DUA BELAS

Pesuruh           Ya, tuan besar.
Kakek             Siapa yang menyuruh…..
Nenek             Biar saya yang Tanya (Kepada Joni) Joni.
Pesuruh           Ya, nyonya besar.
Kakek             Siapa yang menyuru…..
Nenek             Biar saya yang Tanya (Kepada Joni) Joni.
Pesuruh           Ya, nyonya besar.
Nenek              Sejak tadi pagi sudah berapa kali kau berbohong?
Pesuruh           Belum sekalipun nyonya.
Nenek             Akui saja toh tidak akan mengurangi penghasilanmu.
Pesuruh           Terus terang sudah dua kali, nyonya.
Nenek             Nah, begitu lebih jantan. Apa saja?
Pesuruh           Pertama kepada istri saya.
Nenek             Itu tidak perlu, yang kedua?
Pesuruh           Yang kedua kepada istri saya.
Nenek             Jadi kau selalu berdusta kepada istrimu sendiri?
Pesuruh           Tidak selalu, nyonya. Kadang kala, tetapi tidak pernah lebih tiga kali sehari.
Nenek             Kenapa kau lakukan itu?
Pesuruh           Karena saya percaya istri sayapun melakukan hal yang sama.
Nenek             Mengenai hal apa saja kau berbohong?
Pesuruh           hampir segala hal dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Nenek             Yang paling ringan misalnya?
Pesuruh           Pura-pura sakit.
Nenek             Yang paling berat?
Pesuruh           Soal sembahyang.
Nenek             Tentang perempuan?
Pesuruh           Itu taraf tengah-tengah, nyonya.
Nenek             Bagaimana?
Pesuruh           Saya kira pertanyaan ini sudah bersifat sangat amat pribadi, nyonya dan kurang sopan.
Nenek              Kau memang jago silat. Baik. Sekarang kau akui saja siapa yang menyuruh kau menyiapkan tiga gelas e susu begitu tamu tadi datang?
Pesuruh           Saya sendiri nyonya.
Nenek             Kenapa justru es susu?
Pesuruh           Saya tidak tahu. Saya asal saja. Nyonya, seperti halnya untuk tamu sebelumnya saya buatkan es sirop dan nyonya diam saja.
S u n y i .
Pesuruh           Ada yang perlu saya kerjakan lagi, nyonya besar?
Nenek             Pergi !
Joni exit.



TIGA BELAS

S u n y i .

Nenek              Berkomplot.
Kakek             Tidak baik mengada-ada.
Nenek              Bahkan kau diam-diam memelihara kaktus dalam kakus.
Kakek             Tidak melulu kaktus tapi beberapa jenis bunga lainnya, juga……
Nenek              tiba-tiba menangis sangat kerasnya.
Kakek             Diamlah, sayang. Kalau kau diam saya akan menyanyi lagi. Diamlah. Saya akan menyanyi dua buah lagu sekaligus. Sayang diamlah. Lagi jangan terlalu keras kau menangis nanti kau batuk kalau batuk tenggorokan bisa luka dan suara bisa serak.
Selain itu apa kata anak-anak nanti kalau mereka datang. Sayang. Atau kau mau saya membaca kitab suci? Dongeng? Saya akan membaca bagaimana nabi Nuh melayani singa betina yang bunting, sementara seekor kera sakit enfluensa.
Nenek              Biarpun kau dukung saya dari sini ke kamar saya tidak akan diam.
Kakek             Baiklah, saya tidak akan berbuat apa-apa tapi kau mau diam.
Nenek              Kalau kau tidak berbuat apa-apa saya akan menangis lebih keras lagi.
Kakek             Tuhanku,kepala saya Cuma satu dan puyeng. Kalau saja saya punya tiga kepala barangkali saya tahu apa yang harus saya perbuat agar kau diam. Tapi kepala saya Cuma stud an tangis kau memenuhi kepala saya dengan sejuta lalat hijau. Tuhan-ku.
Nenek              Saya akan terus menangis. Biar geledek menyambar saya tetap menangis.
Kakek             Katakan bidadariku apa yang……..
Nenek              Saya bukan bidadari.
Kakek             Katakan malaikat ku.
Nenek              Saya bukan malaikat!
Kakek                         Katakan dewiku………..
Nenek              Saya bukan dewi.
Kakek             Terserah siapa kau tapi katakana………..
Nenek              Saya istrimu!
Kakek             Ya, katakan istriku apa yang……..
Nenek              Saya bukan istrimu!
Kakek             Tuhan-ku.
Nenek              Kau kejam. Kau bagaikan patung perunggu dengan hati terbuat dari timah. Kau tidak punya perasaan. Kau nodai percintaan kita dengan perempuan berhati kaktus. Hatimu ular cobra. Kejam! Kejam! Tuhan, masukkan dia ke dalam neraka sampai kukunya hangus.
Kakek             (Menangis) Doamu jahat.
Nenek              Biar
Kakek             Kau ingin saya masuk neraka?
Nenek              Bukan. Kerak neraka. Neraka paling neraka.
Kakek             Kau kejam dank au sendiri?
Nenek              Ke sorga.
Kakek                         Kau egoistis.
Nenek              Biar.
Kakek             Kenapa kita tidak sama-sama satu tempat?
Nenek              Tidak sudi.
Kakek             Kau rupanya ingin kita pisah.
Nenek              Ya, saya ingin kita pisah tapi kau tidak mengerti.
Nenek              …..Saya ingin kita cerai.
Kakek             Cerai?
Nenek              Ya, cerai. Hari ini juga kita ke pengadilan. Kita cerai.
Kakek             Sayang, kau harus panjang berfikir untuk sampai ke sana.
Nenek              Kalau saya panjang fakir saya takut kita nanti tidak jadi cerai.
Kakek             Tapi kau harus berfikir…..
Nenek              Dalam soal perceraian tidak perlu fikiran tapi perasaan seperti halnya soal percintaan. Pokoknya kita harus cerai.
Hari ini juga kita harus selesaikan surat-suratnya.
Kakek             Sekarang sudah terlalu siang dan saya kira kantor-kantor………
Nenek              Kalau kantor-kantor tutup besokpun jadi, tapi mulai malam ini saya tidak sudi tidur satu kamar bersama kau.
Kau boleh tidur di kamar baca di ata kitab-kitabmu bersama rayap-rayapnya.
Suara Nita      B u s t a m i
Suara Joni      Ya, nyonya!
Kakek             Kau dengar? Nita sudah datang.
Joni lewat.
Kakek             Sayang diamlah.
Nenek              Saya tidak mau diam.
Kakek             Nita datang.
Nenek              Tidak perduli.
Joni lewat membawa banyak bungkusan belanja, begitu muncul Nita begitu Nenek lari ke dalam.


EMPAT BELAS

Kakek             (Mengejar) Sayang.
Nita                 Ada apa lagi, pak?
Kakek             Kaktus dalam kakus (Exit)
Nita                 Bustam.
Joni                 Ya, Nyonya.
Nita                 Ibu dan bapak bertengkar?
Joni                 Tidak tahu, nyonya, tapi saya dengar mereka tangis tangisan.

LIMA BELAS
Ketika Nita dan kemudian Joni exit, muncul Sopir Arba membawa beberapa koper dan tas meletakkan di sana, tidak lama kemudian muncul Novia dengan anak-anaknya, Meli dan Feri.
Arba                Di sini, nyonya?
Novia              Ya, letakkan saja di sini dulu.
Arba                Yang lainnya, nya?
Novia              Biarkan saja di mobil, kau tunggulah disana.
Meli                 Papa nanti ke sini, Mam?
Novia              Ya, sayang (berseru) Pak Arba!
Arba                Ya, nyonya?
Novia              Tidak, nanti saja.
Arba                Baik, nyonya (exit)
Feri                  Mana bude Ita, Mam?
Novia              Sebentar, sayang.
Feri                  Feri ingin lihat ikan, Mam?
Novia              Sebentar, sayang, sebentar.
Meli                 Meli juga, Mam.
Novia              Ya, sayang Meli dan Feri boleh lihat ikan dengan janji tidak main-main air. Nanti ikannya sakit. Kalau ikannya sakit nanti Kakek  dan Nenek menangis.
Feri                  Nenek juga suka menangis, Mam?

ENAM BELAS

Muncul Nita dan terkejut.
Nita                 (Setelah memainkan Meli dan Feri) Ada apa lagi Novia?
Novia              Nanti saya ceritakan semuanya. Mana Memet?
Nita                 Bustam!
Joni                 Ya, nyonya.
Novia              Memet!
Nita                 Ya, nyonya.
Novia              Bawa masuk Meli dan Feri (pada anak-anaknya) Siapa yang mau lihat ikan?
Meli dan Feri mengacungkan tangannya: Saya Mam.
Novia              Ikutlah sama Mang Memet.
Joni                 Ayo lita nonton ikan.
Joni dan Meli dan Feri masuk ke dalam.

TUJUH BELAS

Nita                 Lagu lama?
Novia              Tapi kali ini saya kira yang terakhir.
Nita                 Dulu kau juga bilang begitu.
Novia              Tapi, Nita, kau sendiri bisa menimbang bagaimana sakitnya perasaan saya melihat tingkah Vita terhadap pasiennya yang pura-pura sakit itu.
Nita                 Siapa lagi?
Novia              Icih, anak sunda itu, pacarnya waktu sekolah.
Nita                 Tapi kalau memang dia sakit apa salahnya berobat kepada suamimu?
Novia              Saya yakin dia hanya pura-pura sakit.

DELAPAN BELAS

Kakek                         Begitu Nita. Kau harus dengar dari permulaan sekali soal ibumu……
Novia              Pak…..
Kakek                         Ada apa kau? Baru kemarin kau pulang dari sini? Dengan siapa?
Novia              Anak-anak.
Kakek             Mana mereka?
Novia              Di belakang. Lihat ikan seperti biasanya.
Kakek             (Setelah berfikir) Kebetulan kau datang. Begini. Tidak salah kalau kau juga sebagai anak tahu. Ini persoalan juga sangat runcing dan bisa mengakibatkan kesedihan berlarut-larut.
Novia              Soal apa pak?
Nita                 Ibu Purik. Ibu marah.
Novia              Kenapa?
Kakek             Itulah dengarkan saya (berfikir). Begini. Soalnya sepele dan tidak bermutu. Ibumu tidak suka tanaman kaktus. Saya suka tanaman itu. Bahkan saya punya tanaman kaktus dalam kakus. Ibumu marah-marah.
Novia              Bapak tidak mau mengalah?
Kakek             Selama hidup saya selalu mengalah dan terus-terusan kalah malah.
Novia              Buang saja kaktus itu.
Nita                 Soalnya bukan kaktus. Soalnya itu cemburu pada nyonya Enas.
Kakek                         Ya, begitulah kalau tanpa tedeng aling-aling. Ibumu cemburu dan minta cerai.
Novia              Minta cerai?
Kakek             Minta cerai. Bahkan ibumu minta supaya hari ini juga diselesaikan surat-suratnya.
Novia              Ibu?
Nita                 Ya, seperti kau sekarang.
Kakek             Apa? Seperti kau, Novia? Ada apa? Kau juga sedang minta cerai? Dari siapa?
Nita                 Dari siapa. Dari suaminya tentu, Vita.
Kakek             Kau dan ibumu memang satu jiwa. Alasan apa yang mendorong kau meminta kesedihan serupa itu? Kebodohan macam apa yang mengotori otakmu? Cerai! Seakan dengan mendapatkan kata itu kau dapat mengecap hidup inilebih nikmat? Novia, kau jangan seperti gadis ingusan. Kamu kira rumah tangga itu rumah-rumahan dari kotak geretan yang dengan mudah dapat kau bongkar-bongkar dank au susun-susun? Novia, kau sudah waktunya menginsafi bahwa rumah tangga adalah rumah suci yang lain, seperti masjid, gereja dan kelenteng. Dan rumah suci adalah tempat dimana firman-firman Tuhan yang agung dan suci dimulyakan, rumah suci adalah tempat dimana cinta kasih ditumbuh-kembangkan menjadi gairah hidup, untuk meraih maka hidup yang samara dalam semesta ini.
Tuhanku…
Novia, alasan picisan apa yang menjadikan kau begitu gairah mendapatkan surat talak? Jangan main-main. Ini bukan lagi semata persolan kau, juga bukan persoalan suamimu semata, tetapi persoalan anak-anakmu yang masih kecil (Menangis)
Meli, Feri…. Ini sudah menjadi persolan Negara, persoalan dunia, saya tidak boelh membiarkan rumahmu terbakar hanya disebabkan api mainan yang diminyaki cemburu buta. Saya harus beritahu segera ibumu. (Exit)

SEMBILAN BELAS

Nita                 Novia, apakah kau tidak pernah memperhatikan baik-baik betapa jernih mata anak-anakmu yang lucu itu. Meli dan Feri.
Novia              Tapi kau juga bisa menimbang betapa sakitnya hati saya. Coba saja, icih. Si sundal itu hampir setiap hari ia berobat ke rumah.
Nita                 Tiap hari?
Novia              Tidak. Maksud saya hampir seminggu sekali.
Nita                 Seminggu sekali?
Novia              Katakanlah sebulan sekali tapi sekalipun begitu tingkahnya yang kekanak-kanakan cukup membakar seluruh amarah saya.
Nita                 Bagaimana kau tahu? Apa kau ikut memeriksa penyakitnya?
Novia              Saya terpaksa jadi polisi kalau tahu perempuan itu mau berobat. Sengaja saya masuk dalam kamar praktek. Pura-pura mencari sesuatu.
Nita                 Kau juga dengan apa yang dipercakapkan Icih dengan suamimu?
Novia              Dengar.
Nita                 Apa?
Novia              Seperti dokter dan pasien.
Nita                 Lalu apa yang kau cemburukan?
Novia              (Setelah diam) Kalau periksa dalam.
Nita                 Kenapa kau tidak ikut ke dalam dan menyaksikan Vita memeriksa tubuh perempuan itu.
Novia              Gila.
Nita                 Lalu kau di luar saja.
Novia              Tentu saja.
Nita                 Itulah kesalahanmu.
Novia              Lalu apa saya perlu juga membuka kancing roknya? Gila!
Nita                 Daripada kau di luar dan membayang-bayangkan yang tidak-tidak?
Novia              Saya tidak membayang-bayangkan tapi memastikan.
Nita                 Tapi nanti dulu. Coba jelaskan. Jujur. Icih sudah bersuami?
Novia              Ini bukan masalah bersuami atau belum tapi masalah watak. Sekalipun perempuan jalang itu sudah mati saya yakin rohnya masih banal.
Nita                 Betul-betul kau diliputi kemarahan saja. Cobalah berfikir dengan tenang. Sebegitu banyak sudah kata yang kau ucapkan tapi tidak sepatahpun kata yang dapat menjelaskan kenapa kau minta cerai dari suamimu. Kalau kau mau jujr sebenarnya kau hanya digerakkan oleh prasngka-praangkamu sendiri saja. Coba. Kalau kau bisa cemburu oleh Icih kenapa oleh puluhan perempuan-perempuan lain atau bahkan gadis-gadis yang juga berobat kepada suamimu?
Novia              Apa kau kira semua perempuan banal seperti sundal itu? Kalau ternyata memang demikian sayapun pasti cemburu sebesar-besarnya terhadap semua perempuan. Tapi saya kira kaupun yakin tidak semua perempuan punya leher selenggang-lenggok leher Icih yang suka membelit leher suami orang lain.


DUA PULUH

Muncul Nenek dan Kakek .
Nenek              (Menubruk Novia sambil menangis) Novia, sayang, kau jangan suka membaca roman-roman picisan. Kau bisa bayangkan sendiri apa jadinya isi kepalamu dengan roman-roman seperti itu. Dengan membaca cerita-cerita cengeng seperti itu kau sama dengan mengisi usus besarmu dengan minuman keras. Sekali-kali tentu kau boleh, tapi kalau setiap hari kau minum arak sama dengan memperpendek usiamu sendiri.
Nenek              Novia, ibu yakin kau telah terpengaruh roman-roman sampah itu sehingga hidup bagimu tak ubahnya seperti mainan peranan belaka. Bacalah Romeo Juliet. Bacalah tentang kesetiaan cinta, dan singkirkan bacaan yang mengajarkan kebencian dan perceraian. Kau kira perceraian itu jalan cuci?
Kakek             Kau kira kau akan menjadi betina yang jantan kalau kau berhasil bercerai dengan suamimu?
Nenek              Jangan kau sangka perasaanmu dan kecemburuanmu akan menuntun hidupmu kearah kebahagiaan.
Nita                 Juga jangan lupakan Meli dan Feri.
Kakek             Hanya karena soal cemburu, soal-soal roman picisan rumah tangga kau bongkar? Kenapa tidak kandang ayam saja yang kau bongkar yang sudah jelas sudah tapuh itu?
Nenek              Novia, sayang, tidak satupun kebaikan yang terselip dalam niatmu untuk bercerai dari suamimu. Lagi tidakkah kau dapat membayangkan kembali kebaikan-kebaikan suamimu seperti katamu dulu, ketika kau mendesak ibu agar menerima lamaran? (Novia akan bicara) tidak perlu kau bicara apa-apa.
Kakek                         Ya, tidak perlu sebab, kata-kata seru saja yang kau punya sekarang.
Nenek              Kau dalam keadaan marah. Dalam keadaan marah lebih baik orang diam, dan lebih baiklagi kalau kau mau mendengarkan sayan orang lain.
Kakek             Ya, saya kira begitu. Ibumu sebenarnya juga sedang marah tetapi tak sepatahpun kata kata yang diucapkan.
Nenek             Ban ini, kopor-kopor iniapa perlu artinya? Main-main kau sudah keterlaluan.
Novia              Saya tidak main-main, bu, saya sungguh-sungguh.
Nenek              Lebih jelek lagi (menangis lagi) Tuhanku, apa jadinya nanti kalau kau jadi berpisah dengan Vita yang dulu kau agung-agungkan? Apa jadinya hidupmu?
Nita                 Apa jadinya anak-anakmu? Meli dan Feri akan kehausan cinta sebab mereka tidak akan lengkap menerima keutuhan cinta.
Nenek             Fikirkan baik-baik, sayangku. Singkirkan kegelapan yang dibenihkan setan cemburu.
Kakek                         Apa kira surat talak itu cek?
Nenek              Tuhanku, limpahilah anak saya dengan cahaya kasih Mu. Novia, tidakkah kau bisa menimba pelajaran dari pengalaman-pengalaman ibu dan ayahmu?
Kakek             Ayah dan ibumu berumah tangga selama setengah abad, tanpa sedikitpun membiarkan setan talak bertelur dalam kamar tidurnya, bahkan tidak dalam dapurnya.
Nenek             Kami bagaikan Adam dan Hawa.
Kakek             Apa kau pernah mendengar Hawa minta talak kepada Adam? Berkacalah kepada ibu dan Ayahmu. Kamilah pasangan abadi dunia dan akhirat.
Nenek              Kami bagaikan Sam Pek dan Eng Tay.
Kakek             Pronocitro dan Roro Mendut.
Nenek              Di sahara kami adalah Leila dan Qais.
Kakek             Kau sendiri tahu betapa setianya Layonsari sampai-sampai ia bunuh diri demi cintanya kepada Jayaprana.
Nenek             Bacalah semua itu, sayang. SEmua itu pusaka Nenek moyang kita yang manjur.
Kakek             Demi menegakkan tiang-tiang rumah tangga kita, berfikir dengan tenang.
Nita                 Dan demi kebahagiaan anak kita. Adikku, kau begitu bahagia dengan Meli dan Feri dan papanya Vita kenapa kau sebodoh itu mau memuaskan kebahagiaan itu? Tidakkah kau tahu bahwa diam-diam saya sebagai kakakmu selalu merasa iri karena saya dan suami saya tidak pernah diberkahi anak?
Nenek             Belum. Nita.
Kakek                         Kau tidak boleh berkata begitu.
Novia              Tapi bu.
Nenek             Tidak, jangan bicara.
Kakek             Sekarang kau tidak akan bicara kecualimarah-marah.
Nenek             Marah-marah hanya menghasilkan kerut muka.
Kakek                         Ibumu juga tidak suka marah.
Nenek              Sekali-kali tentu saja boleh sekedar olah raga urat muka, tapi kalau terlalu sering bisa membuatpenyakit.
Nita                 Dan anak-anakmu, Novia, anak-anakmu? Akan kau biarkan mereka kehausan cinta hanya demi kepuaan amarahmu? Egoistis?
Novia              Saya tidak akan bicara apa-apa, saya hanya akan menjelakan panjang lebar. Duduk perkaranya.
Nenek             Bicaralah.
Kakek             Apa persoalannya.
Nita                 Sudahlah, kita semua sudah mengerti.
Nenek              Biarlah dia jelaskan semua, Nita.
Kakek             Bagaimana kita bisa mengerti tanpa lebih dulu mendengar penjelasannya?
Novia              Vita mau kawin lagi.
Nita                 Apa kau bilang?
Kakek                         Dia bilang apa?
Nenek              Apa kau yakin itu kalimatmu? Saya yakin kalimat itu kau pungut dari salah satu buku picisanmu (berseru) Joni! (tak ada sahutan)
Nita                 Bustam !
Novia              Memet !
Kakek             Joni!
Joni                 Ya, tuan besar.
Nita                 Air dingin, Bustam!
Novia              Cepat, Met!
Joni                 Sebentar, nyonya.
Nita                 Permainanmu terlalu kasar, Novia, kalau kau teruskan ibu bisa pingsan.
Novia              Maksud saya, maksud saya, Vita serong.
Nenek             Dari halaman berapa kau pungut kalimat itu? (berseru) Joni!
Novia              Met !
Kakek             Joni !
Nita                 Bus !
Joni tergesa membawa empat gelas air dingin, mereka berempat sama-sama minum
Nita                 Ganti kalimatmu, Novia.
Kakek                         Ya, kalau kau tidak ingin perut kamu kembung oleh air dingin.
Nenek              Cari halaman lain yang lebih lembut kata-katanya.
Novia              Ibu, saya cemburu.
Nenek              Nah, itu baik. Cemburu itu suci. Hanya dengan modal itu kaumampu bercinta.
Novia              Tapi vita keterlaluan.
Kakek                         Barangkali cemburu kau yang keterlaluan.
Nita                 Novia, cemburu pada salah seorang pasien Vita.
Nenek              Novia, rupanya kau beluim menyadari bahwa usapan tangan seorang dokter lembut dan suci seperti lembut usapan orang-orang suci atau bahkan nabi. Dokter-dokter bekerja atas tugas suci. Merekalah yang paling nyata mengamalkan firman-firman Tuhan. Kalau kau mau mengerti para dokterlah yang paling banyak tahu tentang penderitaan manusia sepanjang sejarahnya. Merekalah yang berjuang dengan nyata agar kita bisa mengecap hidup ini bertambah baik.
Kakek             Merekalah menghibur kita, menyembuhkan kita dari segala macam luka yang ditatahkan sang kala.
Nenek              Saya jadi terharu.
Kakek                         Kasihan Vita.
Nenek             Anak sebaik itu dicurigai.
Kakek             Seperti nabi-nabi yang diludahi oleh umatnya sendiri.
Nenek              Kau kejam, Novia Abujahal kau.
Kakek             Judas kau.
Dengan pucat dan tergesa Joni muncul.
Nita                 Ada apa, Bus?
Nenek              Ada apa, Joni?
Novia              Ada apa, Met?
Joni                 Meli, nya.
Keempatnya   Meli?
Joni                 Feri.
Keempatnya   Feri?
Joni                 Meli dan Feri ?
Keempatnya   Meli dan Feri?
Joni                 Ya, nya.
Keempatnya   Kenapa?
Joni                 Hilang.
Keempatnya   Apa?
Joni                 Hilang.
Keempatnya   Diculik ?
Joni                 Hilang.
Novia              Kau gila.
Nita                 Kau taruh dimana mereka?
Kakek             Beberapa kali saya bilang, hati-hati.
Nenek             Dunia penuh culik.
Nita                 Kenapa kau bengong begitu?
Keempatnya   Cari.
Nita                 Tidak telpon dulu.
Kakek             Polisi.
Kemudian mereka berimprovisasi, mereka betul-betul cemas, takut dan lain-lain.
Nita                 Meli ! Feri ! Di mana.
Kakek                         Cucuku.
Nenek              Cucuku.
Novia              Met !
Joni                 Ya, nya.
Novia              Panggil Arba.
Arba                Saya di sini, nya.
Novia              Kenapa kau diam saja?
Arba                Saya di sini, nya.
Novia              Meli dan Feri hilang.
Arba                Mereka diculik, nya.
Novia              Diculik?
Arba                Papanya sendiri yang menculik, kira-kira seperempat jam yang lalu tuan dokter tadi menemui saya dan diam-diam mengajak Meli dan Feri pulang.
Novia              Gila kamu.
Kakek  dan Nenek dan Nita muncul.
Nenek              Di mana mereka?
Kakek             Sudah ada telpon dari Polisi?
Nita                 Tukang rokok seberang jalan Cuma bilang bahwa seorang laki-laki telah membawa lari Meli dan Feri dalam sebuah mobil.
Nenek dan Kakek  : Apa?
Nenek             (minum) Telpon polisi lagi.
Telpon berdering.
Kakek             Pasti dari Polisi.
Nenek              Cucuku yang malang…. Oh saya sedang membayangkan mereka menangis karena penculik itu mengeluarkan pisau cukur.
Nita                 (menyerahkan pesawat telpon) untuk mamanya Meli.
Kakek             Dari Polisi?
Nita                 Dari Meli.
Kakek             Berapapun bayar saja permintaannya.
Nenek             Saya yakin pisau cukur itu menyentuh lehernya yang halus.
Nita                 Meli dan Feri sudah di rumahnya ekarang. Mereka diculik oleh papanya sendiri.
Nenek             Dongeng apa ini?
Kakek             Keterlaluan! Keterlaluan! Saya tidak bisa memaafkan permainan kasar seperti ini ini.
Nenek             Kenapa berang begitu? Seharusnya kita bersyukur bahwa ini semua Cuma main-main.
Kakek             Justru lantaran main-main saya jadi berang.
Nenek              Lalu apa kau berharap semua ini sungguh-sungguh? Apa memang kau berharap agar Meli dan Feri diculik?
Kakek             Bukan begitu maksud saya, tapi permainan ini bukan untuk orang-orang tua macam kita. Ini permainan pemuda dan bukan untuk orang-orang yang rapuh jantungnya.
Setelah Novia telpon, Nita mendekati dan keduanya bercakap tampak Nita membujuk Novia.

Kakek             Betapapun akan saya marahi Vita. Akan saya katakana bahwa sebagai dokter dia kurang mempertimbangkan kemungkinan effek psikologis dari permainannya. Apa dia tahu bahwa setiap kali saya harus mengatur peredaran darah saya sedemikian rupa di depan aquarium sambil mendengarkan lagu-lagu yang paling lembut agar kesehatan saya terpelihara? Dengan permainan baru saja, sama dengan dia meledakkan granat di atas batok kepala saya. Apa dia fakir dia mampu mengobati kalau saya sakit keras? Barang kali dia lupa bahwa dia dokter muda. Dokter muda jelas baru tahu tentang ilmu kedokteran seninya. Untuk ia, ia perlu bergaul dengan alam. Banyak tingkah. Coba……
Novia              Pak, Ibu, saya permisi pulang.
Kakek             Tanpa minta maaf?
Pulanglah dan bilanglah pada suamimu besok dia harus menghadap kemari.
Novia              Pulang dulu, bu.
Nenek              Jangan lupa semua nasehat ibu.
Novia              Ya, bu.
Joni                 Polisi, Nyonya.
Nita                 Sebentar, saya ke muka.

TAMAT

0 komentar :

About us

Common

FAQ's

FAQ's

© 2011-2014 BERANDA SASTRA KEHIDUPAN. Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.